Agenda: Pameran Sketsa S. Sudjojono "Hidup Mengalun Dendang"
Bentara Budaya Jakarta Hadirkan Pameran Sketsa S. Sudjojono dan Peluncuran Buku Autobiografi S. Sudjojono dan Biografi Rose Pandanwangi
Pameran: 7 – 13 Juni 2017 | Pukul 10.00 – 18.00 WIB
Talkshow: Kamis, 8 Juni 2017 | Pukul 15.30 – 17.30 WIB
S.
Sudjojono Center bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta (BBJ) dan
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada kesempatan ini menampilkan
sketsa-sketsa karya S. Sudjojono dan memorabilia S. Sudjojono dan Rose
Pandanwangi yang jarang dilihat publik, sekaligus meluncurkan dua buku
terbaru, yaitu autobiografi S. Sudjojono dan biografi Rose Pandanwangi.
Kedua buku ini, yang dibundel menjadi satu, menyuguhkan banyak inside
story dunia kreatif Sudjojono maupun Rose sebagai seniman lukis dan
nyanyi serta bagaimana mereka saling mendukung kehidupan kreatif
masing-masing.
Sindudarsono
Sudjojono merupakan salah satu tokoh kunci seni rupa modern Indonesia.
Oleh Trisno Sumardjo, dia diberi sebutan “Bapak Seni Lukis Indonesia
Modern“. Gagasan-gagasan
Sudjojono tentang perkembangan seni lukis modern Indonesia terangkum
dalam bukunya yang terbit pertama kali berjudul: 'Seni Loekis, Kesenian,
dan Seniman' (1946). Sudjojono mendirikan Seniman Indonesia Moeda (SIM)
di Madiun, Jawa Timur pada tahun 1946, dan berpindah ke Yogyakarta
tahun 1947. Sebagai tokoh berpengaruh, beberapa memoar dan buku telah
diterbitkan dengan mencantumkan nama besarnya.
S. Sudjojono beranggapan bahwa melalui sketsa kita dapat melihat apakah seseorang itu pelukis besar yang mampu melukis dengan dasar teknik yang baik atau tidak. Sepanjang hidupnya S. Sudjojono membuat banyak sekali sketsa yang bukan sekadar gambar orat-oret, melainkan menyerupai catatan harian, catatan sejarah mengenai segala sesuatu yang dilihat atau dialaminya. Pak Djon, demikian sapaan akrab bagi maestro S. Sudjojono, membuat sketsa dengan pensil, cat air, bolpen atau tinta cina. Jumlahnya ratusan, bahkan ribuan. Bagi Pak Djon, sketsa itu penting bagi seorang pelukis. Ini dibuktikan dari ribuan sketsa yang kemudian dikuratori menjadi sekitar 131 sketsa yang dipamerkan dalam acara kali ini. Melalui sketsa-sketsanya kita dapat melihat lebih dalam proses seorang pelukis maestro seperti S. Sudjojono, yang selalu detail dalam melakukan observasi dan studi sebelum menciptakan sebuah karya. Catatan dan data-data yang sudah dalam rupa sketsa tersebut nantinya dituangkan menjadi lukisan cat minyat di atas kanvas, seperti lukisan bersejarah “Pertempuran antara Sultan Agung dan Jan Pieterszoon Coen“.
S. Sudjojono beranggapan bahwa melalui sketsa kita dapat melihat apakah seseorang itu pelukis besar yang mampu melukis dengan dasar teknik yang baik atau tidak. Sepanjang hidupnya S. Sudjojono membuat banyak sekali sketsa yang bukan sekadar gambar orat-oret, melainkan menyerupai catatan harian, catatan sejarah mengenai segala sesuatu yang dilihat atau dialaminya. Pak Djon, demikian sapaan akrab bagi maestro S. Sudjojono, membuat sketsa dengan pensil, cat air, bolpen atau tinta cina. Jumlahnya ratusan, bahkan ribuan. Bagi Pak Djon, sketsa itu penting bagi seorang pelukis. Ini dibuktikan dari ribuan sketsa yang kemudian dikuratori menjadi sekitar 131 sketsa yang dipamerkan dalam acara kali ini. Melalui sketsa-sketsanya kita dapat melihat lebih dalam proses seorang pelukis maestro seperti S. Sudjojono, yang selalu detail dalam melakukan observasi dan studi sebelum menciptakan sebuah karya. Catatan dan data-data yang sudah dalam rupa sketsa tersebut nantinya dituangkan menjadi lukisan cat minyat di atas kanvas, seperti lukisan bersejarah “Pertempuran antara Sultan Agung dan Jan Pieterszoon Coen“.
Selain
pameran, akan digelar pula talkshow Hidup Mengalun Dendang pada Kamis, 8
Juni 2017. Ada pula lomba foto yang khusus mengangkat tema seputar
pameran maupun kegiatan lain yang menyertainya. Adapun pameran ini
dikuratori oleh Ipong Purnama Sidhi, Siont Teja, dan Daniel Komala.
Informasi lengkap dan reservasi, klik di sini.
Comments