Menilai Proses
Proses bukan untuk dinilai

Menurut saya, tidak semua orang bisa menilai atau mengapresiasi suatu proses. Meski kedengarannya ini perkara sepele; proses, bisa diartikan sebagai cara, tahapan menjadi, atau jalan yang harus ditempuh. Kenyataannya orang lebih sigap dan lebih mudah untuk menghargai atau memberi apresiasi terhadap suatu hasil--puncak atau akhir sebuah proses. Karena memang utamanya, orang lebih membutuhkan hasil--yang notabene lebih abstrak--ketimbang proses yang tidak memiliki bentuk, tapi jauh lebih melelahkan. Dan, jujur saja, orang pada umumnya akan mampu dan rela hati memberi penilaian terhadap apa yang bisa mereka lihat, yang disajikan.

Mungkin kalau boleh diambilkan contoh, orang akan lebih bisa menilai seseorang itu cantik, jelek, tampan, atau buruk rupa dari penampilan mereka. Dan, akan sangat sulit untuk memberi penilaian terhadap proses yang dilakukan seseorang tersebut untuk sampai pada cantik atau tampan tadi.

Sulitnya lagi, untuk menilai suatu proses sangat sulit. Tidak semua orang--terutama yang di luar proses tersebut--bisa atau memiliki kelayakan untuk menilai secara objektif--walaupun dalam pandangan saya penilaian objektif tersebut tidak akan pernah ada. Yang bisa memberikan penilaian terhadap suatu proses adalah orang-orang yang terlibat di dalam proses itu sendiri. Jadi, wajar saja bila orang lain tidak menghargai proses karena mereka tidak mengetahui proses itu sendiri. Dan, kejadian yang paling umum adalah hasil akhirlah yang dipertontonkan ke khalayak umum dan mendapat penilaian.

Well, pada akhirnya mungkin harus diakui, suatu proses memang bukan untuk diberi penilaian—bahkan pujian. Kalaupun dipaksakan untuk dinilai, bukan pertimbangan akal yang dipakai sebagai alat ukur, tapi hati atau perasaan (emosional). Di pihak lain, hasillah yang layak diberi penilaian yang menggunakan alat ukur sangat lengkap, perimbangan akal-budi, hati-perasaan, juga panca indera karena bentuknya yang ‘ada’.

Comments