soal dulu-duluan

Aturan, Aparat, dan Ayam
mana yang sebaiknya duluan?




Tiw,
Banyak yang bilang kalo peraturan itu dibuat untuk dilanggar. lebih panjang lagi, pemeo itu akan berbunyi: ''peraturan dibuat untuk dilanggar dan pelanggaran dibuat untuk diatur. itu iklim tata hukum di indonesia. kenyataannya hukum atau aturan baru dibuat dan aparat baru diturunkan setelah banyak terjadi pelanggaran--baik besar ataupun kecil.

sekarang yang jadi pertanyaan, apa memag konsep pembuatan hukum atau aturan itu memang seperti itu? kayak obat, baru diminumkan setelah muncul penyakit? atau, memang aparatnya--sebagai 'tangan kanan; hukum yang lelet, yah? mereka masih jadi sekadar penindak, belum jadi penjaga apalagi pelindung. bukan seharusnya aparat dan hukum itu seperti kondom yah, yang tugasnya mencegah, setipis apapun?

Soal hukum dan peraturan itu sendiri, kalau dipikir-pikir, hukum dasar dari semua peraturan yang mengatur kehidupan suatu komunitas itu udah ada. selama ini kita sudah kenal dengan norma: agama, susila, sopan-santun, dan lain sebagainya. cuma saja yang tertuang di dalam norma adalah upaya pencegahan, bukan eksekusi. kalo pun ada pelanggaran terhadap salah satu norma, hukuman yang diterapkan adalah 'sanksi sosial' seperti dikucilkan, disisihkan dari masyarakat, dan statusnya dalam strata masyarakat diturunkan. meski hukumannya seperti itu, tetep aja konsekuensinya tetap berat. bayangin aja, sampe ada orang yang tujuh turunan disisihkan dari masyarakat cuma gara-gara membunuh orang yang menyerangnya. masyarakat sudah lanjur menganggapnya 'jelek' maka jeleklah ia selamanya. kalo situasinya kayak gini, bener kata Montesque, 'masyarakat adalah hukum', 'suara masyarakat (mayoritas) adalah suara tuhan'. edan, ya, tiw.

cuma hebatnya norma, mereka gak perlu aparat penegak norma. tapi kesadaran bersama untuk menciptakan harmonisasi dalam hidup. kalo dipaksa diadakan kayak di Bali, melalui para Pedande (polisi adat), bakalannya jadi rancu. bukan masyarakat lagi yang berperan, melainkan lembaga yang mengaku 'mewakili masyarakat. dan akan sangat berbahaya, karena posisinya bukan lagi sebagai penjaga, tapi eksekutor. selain itu, karena sikapnya sudah menjadi lembaga dapat dikhawatirkan akan terjadi penyusupan ideologi dan pembelokan tujuan yang dilakukan oleh pemimpinnya.

jadi memang harus diakui kalau aparat kita baru dalam tataran eksekutor atau penindak, belum sampe ke tataran fungsi sebagai penjaga. sepertinya ini disengaja. lucu aja sih, saat kerusuhan antarkelompok baru mulai terjadi, masih ada aparat keamanan yang masih ketawa2 ngeliatin aja, sambil ngerokok-ngerokok. saat mulai membesar, mereka mulai perhatian, tapi belum bertindak. nah, pas udah gede, baru mereka siap-siap, itu pun setelah ada komando untuk memadamkan kerusuhan itu. lha?? kenapa nggak dari tadi yah??? pas ditanya, mereka jawabnya, baru ada perintah!! edaan, tiw.

celakanya lagi, para aparat ini baru bertindak setelah ada kekuatan hukum yang melegalkan aksi 'asal gebuk' mereka. hahaha, ini yang konyol! keliatan kan, kalau yang mereka butuhkan adalah break down, tata laksana aja atau sebut aja perintah.

hmm, soal hukum atau pelanggaran, siapa yang sebaiknya duluan dibuat, ini memang kayak nanyain mana duluan telur apa ayam ke manusia. Coba tanya ke ayam atau ke telur. kalo ayam dan telurnya ditanyain satu-satu, yang telur bilang dia berasal dari ayam dan ayam bilang dia berasal dari telur. selesai kan?

eh jadi soal ayam dan telur, telur itu bukannya ayam juga yah? cuma bentuknya dalam kemasan. mungkin sama kayak bayi dalam rahim. tapi kenapa nggak ada pertanyaan manusia dulu apa bayi dalam rahim. hahahaha. mungkin itu karena ada telur yang nggak kesampain jadi ayam karena telur itu terlanjur dimakan sama manusia. gitu kali ya, tiw.

Comments