Film Orang Indonesia
gue jadi berpikir tentang film indonesia.. yang katanya.. udah bangun dari tidurnya, bener? benarkah sudah benar2 terbangun? yakin? kok rasanya masih ada yang belum yah... ini pemikiran gue...
kalo dianalogikan dengan 'orang' nya orang, prosesnya dari tidur sampe terjaga dan tidur lagi, umumnya akan seperti ini...
saat tertidur, merasa ada yang tidak enak lantas terbangun. ini juga baru matanya aja yang terbelalak, kaget... kelamaan tidur juga kadang bikin cape.. apalagi tidur dalam keadan gerah, lapar, haus, atau meriang (tidak sehat). masih ada yang tidur-tiduran. nah demikian juga dengan film indonesia... makanya jangan seneng2 bilang film indonesia udah bangkit segala macem. Belum, bego!!! itu baru matanya aja yang terbuka.. badannya masih ditempat tidur, filn indonesia masih belum bergerak (masih di tempatnya yang lama, idealisme lama, cara lama, konsep lama. pikirannya juga masih di alam mimpi, masih setengah sadar... masih mikir ini mimpi atau kenyataan... ini adalah keadan yang sangat gamang... jadi, menurut gue, saat masih keadan begini, film indonesia jangan terlalu diforsir... sama aja.. kayak orang baru selesai onani trus dipaksa nimba atau narik becak... sumpah bisa pingsan dan malah gak bangun2 lagi... haaa.. ha...
kalo dianalogikan dengan 'orang' nya orang, prosesnya dari tidur sampe terjaga dan tidur lagi, umumnya akan seperti ini...
saat tertidur, merasa ada yang tidak enak lantas terbangun. ini juga baru matanya aja yang terbelalak, kaget... kelamaan tidur juga kadang bikin cape.. apalagi tidur dalam keadan gerah, lapar, haus, atau meriang (tidak sehat). masih ada yang tidur-tiduran. nah demikian juga dengan film indonesia... makanya jangan seneng2 bilang film indonesia udah bangkit segala macem. Belum, bego!!! itu baru matanya aja yang terbuka.. badannya masih ditempat tidur, filn indonesia masih belum bergerak (masih di tempatnya yang lama, idealisme lama, cara lama, konsep lama. pikirannya juga masih di alam mimpi, masih setengah sadar... masih mikir ini mimpi atau kenyataan... ini adalah keadan yang sangat gamang... jadi, menurut gue, saat masih keadan begini, film indonesia jangan terlalu diforsir... sama aja.. kayak orang baru selesai onani trus dipaksa nimba atau narik becak... sumpah bisa pingsan dan malah gak bangun2 lagi... haaa.. ha...
Comments
slapstick, atau horor tanggung. saya tak memungkiri mengingat kondisi perfilman kita yang sekarang ini, banyak orang yang sepert anda akan mencibir dunia perfilman nasional. Dalam beberapa hal saya juga sepakat atau tepatnya menyayangkan kondisi yg ada sekarang ini. Tapi yang juga saya ingin dan saya usahakan adalah mencoba melihat permasalahan secara keseluruhan, komprehensif, dan tidak parsial. Saya tidak sepenuhnya setuju dnegan analogi anda ttg perfilman kita yg dianggap dulu tengah tidur. dan kini sedang bangun tapi hanya matanya saja. pada dasarnya, menurut saya, perfilman kita tak pernah tertidur, jika definisi film tidak hanya film yang diputar di bioskop seperti studio 21. pada era-era kevakuman produksi film layar lebar, seperti yang dimaksud anda dnegan 'tidur'. sesungguhnya film-film masih diproduksi. tapi film2 ini bukanlah feature film atau film cerita panjang melainkan short movie. dan film-film adalah tugas akhir dari para mahasiswa film IKJ. dan tak sedikit film-film ini yang justru bisa lebih berbicara di dunia internasional, dalma konteks festival internasional, baik short movie maupun umum. bahkan sutradara kaliber riri riza, mira lesmana, hanung bramantyo, mengawali kariernya sebagai sutradara short movie -baik cerita maupun dokumenter -- ingat film dokumenter yg menggugah hati, Anak Seribu Pulau? itulah salah stau contoh karya Mira Lesmana.
Artinya dr sini saya ingin menunjukkan, jika ingin melebarkan pandnagan dan tidak terjebak pd definisi film sbg layar lebar belaka, maka sesungguhnya film indonesia tidka pernah tertidur atau bahkan mati suri. saya lebih suka menggunakan istilah vakum. ini pun hanya terjadi dlm film layar lebar. nah, sebagai awal 'kebangkitan' (di sini saya sengaja berikan tanda kutip) film layar lebar sesungguhnya dengan diproduksinya KULDESAK oleh empat sutradara dalam satu film dengan empat cerita. (semoga anda sudah pernah menontonnya) ini pun sesungguhnya 'meniru' konsep film asing. Ketika saya menonton film ini pertama kali, saya langsung berpikiran, ada generasi penerus perfilman kita yang masih bisa di harapkan. nah dr situlah saya mulai menanamkan rasa percaya diri saya pada dunia perfilman tanah air, yang perlaha-lahan, langkah demi langkah akhirnya mulai marak kembali produksi film kita, meski secara mutu masih bisa diperdebatkan.
Ketiga, terkait soal kualitas film dan kuantitas film saat ini, yng saya duga itulah yang membuat anda berkomentar emosional. saya snagat paham. dan bisa mengerti. dalam beberapa hal saya sepakat. mislanya soal, kondisi perfilman kita, di luar produksinya, seperti sensor, sistem distribusi dan dunia perbioskopan kita belum kondusif untuk mengembangkan lebih lajut. jangan lupa juga kondisi sosial politik ekonomi budaya kita saat ini. di mana tak ada kepastian hukum, mislanya film yang sudha lolos sensor oleh LSf, sebagai satu-satunya lembaga yg ditunjuk negara, masih bisa film itu diturunkan/dibatalkan tayangnya karena desakan satu kalangan ormas semata yg mengatasnamakan agama. bagaimana bisa?
tapi okelah hal itu bisa kita bahas di lain waktu. yang ingin saya tekankan adalah soal sikap kita dnegan melihat film2 indo belakngan ini. saya pikir biar saja film genre apa pun di produksi... biar sebanyak2nya... kalau memakai kata anda.. biar saja diforsir... dr sana toh nantinya akan terseleksi dnegan alam mana film yg bermutu... masak dr mislakan lima puluh film yg diproduksi setiap tahun tak ada film yg bermutu satu atau tiga film... kalau memang tak ada yah barangkali memang cuma segitulah kemampuan kita. tapi harapan untuk terus menemukan film indonesia bermutu tetap saya pelihara pd diri saya. lagi pula kalau memakai postmodernisme semua karya bermutu, semua karya bisa bagus, smeua karya bisa jelek, tergantung sudut pandang kita memahami/maknai film tersebut. sama seperti dalam karya sastra saya kira. sebagai sarjana sastra indonesia harusnya anda lebih paham soal ini. karya sastra yg dianggap novel picisan itu pun toh masih bsia dihargai. ingat sosiologi sastra lho...
keempat.. soal komentar anda tentang forsir fisik dan dianalogikan dnegan onani...
hehehe
terusterang saya tak tahu tepat atau tidak... soalnya saya belum pernah mengalami.. mungkin anda berdasarka pengalaman anda...
hati-hati lho jangan sembarangan onani... huahahahaa...
banyak yg masih bisa dibahas, laen waktu kita ketemu di dunia nyata saja...