Perjalanan menuju Tempo..
Ini sebenernya udah lama ada di dalam otak gue, udah lama juga pingin gue tulis. Baru malam ini dapet stimulus: Di kereta terakhir menuju Kota, menyaksikan lagi pertunjukan Topeng Monyet (joke klasik, padahal monyetnya gak pake topeng!!). Gue mau bicara sedikit tentang monyet2 itu dan manusia.. he.. he... sotoy-sotoyan aja... dari pada nyusruk setengah mampus berpikir tentang enaknya terjun keluar saat kereta melaju.
ini yang jadi pemikiran gue:
kalo memang ternyata teori Darwin itu benar, kayaknya kita (kalo gue boleh menyebutkan secara keseluruhan) adalah pewaris terakhir dunia ini. tidak ada generasi manusia selanjutnya setelah manusia zaman ini. Maaf ngelantur sedikit. Awalnya gue pernah berpikir bahwa dunia ini pernah, sedang, atau akan ditinggali, dihuni oleh beberapa generasi manusia, yang setiap generasinya sudah mengalami revisi (penyempurnaan dari tipe manusia generasi sebelumnya. Ya, generasi manusia itu datang silih berganti, meneruskan dan menggantikan. Kenapa gue bisa berpikir tentang generasi-generasi manusia itu? Gue ingat tentang periode peradaban yang pernah ada sepanjang sejarah manusia di bumi ini. Mulai dari manusia purba, peradaban prasejarah, jaman sejarah: mesopotamia, yunani, romawi, klasik, neoklasik, remantisme, aukflaurung, filsafat modern, dll. Lihat bagaimana manusia2 jaman itu muncul dan berakhir, lantas dilanjutkan lagi oleh generasi manusia dari periode selanjutnya. Kenapa generasi-generasi itu bisa hilang? Sebab mereka dihancurkan. Kenapa mereka dihancurkan? Sebab mereka telah mencapai batasnya. Batas apa? Menyingkap rahasia dunia ini, kunci ilmu pengetahuan. Sumber ilmu tertinggi. Intinya, dalam opini gue, manakala mereka sukses menyingkap rahasia dunia ini, mereka akan “dimatikan”. Hasil terakhir kerja keras manusia pada satu generasi itu akan dilanjutkan oleh manusia generasi selanjutnya, dan terus berulang.
Nah, balik ke pemikiran awal tentang punahnya manusia. Gue melihat bahwa: saat ini, sekarang, kita (dengan permisi, tentunya), manusia hari ini, generasi ke n ini, sudah sangat dekat dengan batas itu (pengetahuan sejati itu) buktinya sudah bisa dilihat di mana-mana (co. sekelompok ahli sudah bisa menciptakan darah). Oleh sebab itu, gue pikir sebentar lagi, kita pun giliran “dimatikan” dan digantikan.
Tapi, sayangnya, generasi manusia selanjutnya sudah tidak ada. Sudah punah. Apa pasal? Sebab sudah tidak ada lagi evolusi. Kok bisa? Iya, balik lagi ke tontonan topeng monyet tadi. Monyet-monyet itu memilih untuk tidak berevolusi menjadi manusia sebagaimana takdirnya Darwin. Kok bisa? Ya bisa, dong. Gimana nggak. Monyet2 itu pastinya berpikir, betapa repotnya jadi manusia. Hee.. he..
ini yang jadi pemikiran gue:
kalo memang ternyata teori Darwin itu benar, kayaknya kita (kalo gue boleh menyebutkan secara keseluruhan) adalah pewaris terakhir dunia ini. tidak ada generasi manusia selanjutnya setelah manusia zaman ini. Maaf ngelantur sedikit. Awalnya gue pernah berpikir bahwa dunia ini pernah, sedang, atau akan ditinggali, dihuni oleh beberapa generasi manusia, yang setiap generasinya sudah mengalami revisi (penyempurnaan dari tipe manusia generasi sebelumnya. Ya, generasi manusia itu datang silih berganti, meneruskan dan menggantikan. Kenapa gue bisa berpikir tentang generasi-generasi manusia itu? Gue ingat tentang periode peradaban yang pernah ada sepanjang sejarah manusia di bumi ini. Mulai dari manusia purba, peradaban prasejarah, jaman sejarah: mesopotamia, yunani, romawi, klasik, neoklasik, remantisme, aukflaurung, filsafat modern, dll. Lihat bagaimana manusia2 jaman itu muncul dan berakhir, lantas dilanjutkan lagi oleh generasi manusia dari periode selanjutnya. Kenapa generasi-generasi itu bisa hilang? Sebab mereka dihancurkan. Kenapa mereka dihancurkan? Sebab mereka telah mencapai batasnya. Batas apa? Menyingkap rahasia dunia ini, kunci ilmu pengetahuan. Sumber ilmu tertinggi. Intinya, dalam opini gue, manakala mereka sukses menyingkap rahasia dunia ini, mereka akan “dimatikan”. Hasil terakhir kerja keras manusia pada satu generasi itu akan dilanjutkan oleh manusia generasi selanjutnya, dan terus berulang.
Nah, balik ke pemikiran awal tentang punahnya manusia. Gue melihat bahwa: saat ini, sekarang, kita (dengan permisi, tentunya), manusia hari ini, generasi ke n ini, sudah sangat dekat dengan batas itu (pengetahuan sejati itu) buktinya sudah bisa dilihat di mana-mana (co. sekelompok ahli sudah bisa menciptakan darah). Oleh sebab itu, gue pikir sebentar lagi, kita pun giliran “dimatikan” dan digantikan.
Tapi, sayangnya, generasi manusia selanjutnya sudah tidak ada. Sudah punah. Apa pasal? Sebab sudah tidak ada lagi evolusi. Kok bisa? Iya, balik lagi ke tontonan topeng monyet tadi. Monyet-monyet itu memilih untuk tidak berevolusi menjadi manusia sebagaimana takdirnya Darwin. Kok bisa? Ya bisa, dong. Gimana nggak. Monyet2 itu pastinya berpikir, betapa repotnya jadi manusia. Hee.. he..
Comments