Yup, saya KoMu..
Kemarin-kemarin ini gue suka dengan komunisme. Gue sepakat, tapi mohon maaf, bukan komunisme yang ada di Indonesia walau jujur sebenarnya kita harus hargai upaya mereka menciptakan warna lain di peradaban Indonesia walau akhirnya 'tidak diterima. Sebenernya harus dipahami dulu, bahwa komunis yang saya pahamkan di sini adalah sebuah gaya politik dan bukan urusan bantai-membantai individu atau golongan demi kesamarataan yang sering jadi ciri khas komunisme. Bukan!! Bukan itu!! Komunis di sini gaya pemerintahan, bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak (sipil, warga negara) harus merata. Tapi bukan berarti kalau ada yang lebih maju lantas dibantai, dirampok, atau bahkan dibunuh. Nah, di sini tugasnya pemerintah melalui presiden dan parlemen untuk memikirkan titik minimal suatu kesamarataan tersebut. Tujuannya supaya tidak ada kecemburuan sosial, dan berusaha memberi peluang semua warga negara untuk maju.
Untuk sama ke sana memang tidak ada cara lain. Pendeknya, "memang harus ada yang dikorbankan" untuk sebuah perubahan. Kalimat ini pernah gue denger dari salah satu aktivis yang ikut merencanakan aksi besar-besaran zaman-zaman demo 98-99. "Harus ada yang dikorbankan," dan besoknya gue denger kabar beberapa mahasiswa aktivis mati dalam demo besar-besaran di DPR, Semanggi, Surirman, dan sekitarnya. Tapi, hasil selanjutnya? well, satu rezim jatuh, itu puncaknya, kontradiksi. Berterimakasih? Menyesalkan? Bebas suka-suka? Gue juga yakin bahwa gue gak akan ditangkep gara-gara gue nulis ini. Ya mengatasnamakan kebebasan bersuara, hehehe.
Pemahaman gue memang nggak banyak-banyak amat. Justru karena sedikitnya pemahaman gue itu, gue berani buat sepakat dengan komunisme. Coba kalo gue tau banyak tentang komunisme atau tentang hal apapun, mungkin gue cuma akan jadi 'sufi' yang sudah penuh pemakluman: geleng-geleng kepala, senyum-senyum, maklum, trus diam. Tapi, gue menghargai bener pilihan diamnya Mahatma Gandhi, hehehe.
Hmm, nanti gue terusin lagi ya.
Untuk sama ke sana memang tidak ada cara lain. Pendeknya, "memang harus ada yang dikorbankan" untuk sebuah perubahan. Kalimat ini pernah gue denger dari salah satu aktivis yang ikut merencanakan aksi besar-besaran zaman-zaman demo 98-99. "Harus ada yang dikorbankan," dan besoknya gue denger kabar beberapa mahasiswa aktivis mati dalam demo besar-besaran di DPR, Semanggi, Surirman, dan sekitarnya. Tapi, hasil selanjutnya? well, satu rezim jatuh, itu puncaknya, kontradiksi. Berterimakasih? Menyesalkan? Bebas suka-suka? Gue juga yakin bahwa gue gak akan ditangkep gara-gara gue nulis ini. Ya mengatasnamakan kebebasan bersuara, hehehe.
Pemahaman gue memang nggak banyak-banyak amat. Justru karena sedikitnya pemahaman gue itu, gue berani buat sepakat dengan komunisme. Coba kalo gue tau banyak tentang komunisme atau tentang hal apapun, mungkin gue cuma akan jadi 'sufi' yang sudah penuh pemakluman: geleng-geleng kepala, senyum-senyum, maklum, trus diam. Tapi, gue menghargai bener pilihan diamnya Mahatma Gandhi, hehehe.
Hmm, nanti gue terusin lagi ya.
Comments